BAB I
KONSEP WILAYAH DAN TATA RUANG
1. PENGERTIAN WILAYAH DAN TATA RUANG
A. PENGERTIAN WILAYAH
• Wilayah (region) adalah bagian atau daerah di permukaan bumi yang dibatasi oleh kenampakan tertentu yang bersifat khas dan membedakan wilayah tersebut dari wilayah lainnya. Misalnya, wilayah hutan berbeda dengan wilayah pertanian, wilayah kota berbeda dengan wilayah perdesaan.
• Wilayah memiliki ukuran yang bervariasi (luas hingga sempit) yang terdiri atas berbagai komponen seperti biotik, abiotik dan kultural (budaya)
• Wilayah merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi daerah (area) di muka Bumi untuk berbagai tujuan. Suatu wilayah mempunyai karakteristik tertentu yang memberikan ukuran-ukuran kesamaan dan perbedaan dengan wilayah lain. Contoh: Perbedaan wilayah pesisir dan pedalaman.
• Perwilayahan (regionalisasi) adalah suatu proses penggolongan wilayah berdasarkan kriteria tertentu. Klasifikasi atau penggolongan wilayah dapat dilakukan secara formal maupun fungsional. Dalam perencanaan pembangunan, pemerintah harus memahami kondisi suatu wilayah karena setiap wilayah memiliki kondisi yang berbeda-beda.
• Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. baik direncanakan maupun tidak
B. PEMBAGIAN WILAYAH
1. WILAYAH FORMAL (Statis dan Homogen)
Wilayah formal adalah kawasan yang homogen. Perwilayahan secara formal di permukaan bumi, mudah diamati dan dibedakan karena perwilayahan secara formal jelas batas-batasnya. Wilayah formal bersifat statis, seragam, tidak aktif, dan biasanya terdapat di pinggiran kota dan di pedesaan.
a. Wilayah Menurut Kekhususannya.
Klasifikasi wilayah ini merupakan daerah tunggal, mempunyai ciri-ciri geografi yang khusus. Wilayah demikian ini disebut specific region.
Contoh:
1) Wilayah Asia Tenggara, di mana daerah ini merupakan daerah tunggal dan mempunyai ciri-ciri geografi yang khusus, seperti dalam hal lokasi, penduduk, adat-istiadat, bahasa, dan lain sebagainya.
2) Wilayah waktu Indonesia bagian Timur, di mana daerah ini merupakan daerah tunggal dan mempunyai ciri khusus, yaitu yang lokasinya di Indonesia bagian timur.
3) Wilayah daerah penangkapan udang laut di Indonesia mempunyai ciri khusus. Lokasinya sepanjang pantai hutan bakau atau laut yang pantainya tidak begitu dalam dan reliefnya bercelah-celah yang cocok untuk sarang udang.
b. Wilayah yang Menekankan Perbedaan Kepada Jenisnya disebut generic region.
Dalam hal ini fungsi wilayah kurang diperhatikan.
Contoh:
Wilayah iklim, wilayah vegetasi, wilayah fisiografi, wilayah pertanian, dan wilayah yang menghasilkan hasil bumi. Dalam hal ini yang ditekankan adalah jenis perwilayahan saja.
c. Wilayah Berdasarkan Keseragaman atau Kesamaan Dalam Kriteria Tertentu. Wilayah seperti ini disebut uniform region.
Contoh:
Wilayah pertanian, di mana terdapat keseragaman atau kesamaan antara petani atau daerah pertanian dan kesamaan ini menjadi sifat yang dimiliki oleh elemen-elemen yang membentuk wilayah.
CONTOH WILAYAH FORMAL :
1. Daerah Pertanian
Daerah pertanian adalah penamaan perwilayahan secara formal karena penamaan ini di dasarkan pada ciri-ciri tanaman dan pengolahan lahan. Tanaman yang di kembangkan umumnya tanaman pangan atau sayuran, dan pengolahan lahan dilakukan secara intensif.
2. Daerah Pegunungan
Daerah pegunungan adalah penamaan perwilayahan secara formal karena penamaannya didasarkan pada ciri-ciri morfologi, yaitu suatu daerah yang memiliki ketinggian di atas 600 meter diatas permukaan laut, dan memiliki kemiringan lerengnya lebih dari 24%.
3. Daerah Perkotaan
Daerah perkotaan adalah penamaan perwilayahan secara formal karena penamaannya didasarkan pada ciri-ciri permukiman dan jaringan jalan. Permukiman pada umumnya padat dan tersebar secara merata.
2. WILAYAH FUNGSIONAL (Dinamis atau nodal)
Wilayah fungsional adalah suatu kawasan yang difungsikan menurut jenis dan kekhususan, suatu wilayah yang saling berhubungan satu sama lain, misalnya kota, kecamatan, dan kelurahan yang selalu berhubungan. Jadi, wilayah fungsional adalah wilayah yang dinamis serta aktif dan selalu berubah, biasanya wilayah seperti ini terdapat di kota atau wilayah sentral.
Contoh wilayah Fungsional :
a. Daerah Konservasi
Daerah konservasi adalah penamaan wilayah secara fungsional, karena penamaan ini di dasarkan pada fungsi atau peruntukannya bahwa daerah tersebut sebagai daerah yang harus dipertahankan fungsinya. Misalnya daerah konservasi hulu sungai cimanuk yang berfungsi sebagai wilayah yang harus dipertahankan kondisi tanah dan airnya agar jika terjadi hujan aliran permukaannya terkendali, serta tidak menimbulkan erosi atau banjir.
b. Daerah Resapan
Daerah resapan adalah penamaan wilayah secara fungsional, karena penamaan ini di dasarkan pada fungsi daerah yang dijadikan sebagai daerah resapan air hujan. Misalnya daerah resapan bandung utara sebagai daerah resapan air hujan untuk pemenuhan air tanah di kota bandung. Contoh lain adalah daerah resapan bogor, puncak, dan cianjur sebagai daerah resapan air hujan untuk wilayah jakarta.
c. Zona Penyangga
Zona penyangga adalah penamaan wilayah secara fungsional, karena penamaan ini di dasarkan pada fungsi daerah tersebut sebagai penyangga bagi daerah lain. Misalnya, hutan mangrove sebagai zona penyangga wilayah pantai dari kerusakan yang diakibatkan oleh gelombang laut. Contoh lain adalah zona Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai zona penyangga wilayah hutan lindung dari kerusakan oleh masyarakat.
C. DELIMITASI WILAYAH
1. Pengertian
Delimitasi adalah Penetapan Garis Batas antara dua negara yang sebagian wilayahnya overlaping di laut. International Boundary Research Unit (IBRU) mengemukakan bahwa pemerintah di seluruh dunia secara langsung maupun tidak telah sepakat bahwa batas maritim yang terdefinisikan dengan jelas merupakan hal yang penting bagi hubungan internasional yang baik dan pengelolaan laut yang efektif. Proses ini dilakukan melalui diplomasi perbatasan antar kedua negara yang berbatasan. Penetapan garis batas ini pun harus merujuk kepada prinsip dalam penentuan perbatasan darat, dan rezim hukum laut dalam penentuan perbatasan di laut.
2. Macam
A. Delimitasi kualitatif
Dalam generalisasi regional banyak dikerjakan dalam interpretasi foto udara maupun ERTS Imagery. Delimitasi kenampakan didasarkan pada rona, tekstur dan pola dalam foto udara. Delimitasi kualitatif lebih menguntungkan dan dapat dipercaya daripada delimitasi yang mendasarkan pada peta garis (line maps). Delimitasi wilayah kualitatif dalam generalisasi memiliki kelemahan yang disebabkan oleh cara memisah-misahkan wilayah yang satu dengan yang lain semata-mata mendasarkan pada pengamatan bersifat kualitatif. Delimitasi ini cocok untuk pre planning period untuk mendapatkan gambaran umum suatu wilayah sebagai pedoman penentuan langkah selanjutnya yang lebih konkrit dan tegas.
Tinjauan menyeluruh terhadap sifat-sifat yang ada dalam suatu wilayah akan menimbulkan image tentang kenampakan yang menyolok dari suatu wilayah. Tiap daerah memiliki karakteristik khas, masing-masing daerah tersebut secara konsepsional akan dibatasi oleh garis pemisah (garis batas). Garis pemisah ini pada hakekatnya bukan merupakan batas tegas antar wilayah tetapi lebih merupakan suatu wilayah peralihan (zone of transision) antara dua kenampakan yang berbeda. Deferensiasi kenampakan paling kabur adalah wilayah peralihan sedangkan deferensiasi dengan kenampakan paling tegas adalah daerah inti atau core region (Alexander, 1963).
B. Delimitasi Kuantitatif
Menekankan parameter kuantitatif, data yang digunakan sebagai dasar generalisasi diambil dari berbagai bidang. Data yang sudah terkumpul dituangkan dalam peta yang akan memberikan gambaran penyebaran data dalam kaitannya dengan ruang. Contoh: pewilayahan klimatologis oleh US Weather Beureau, mendasarkan delimitasi pada lokasi stasiun-stasiun meteorologi yang tersebar diseluruh daerah. Dengan menghubungkan beberapa titik dan membuat garis berat masing-masing penghubung antar dua stasiun. Maka akan diperoleh wilayah klimatologi dengan batas garis berat dan stasiun meteorologi sebagai pusatnya. Wilayah tersebut menjadi bentukan yang disebut sebagai poligon. Cara ini dikemukakan oleh Thiesen dan dikenal dengan Thiesen Polygon (Hagget, 1970).
Metode lain yang dapat digunakan adalah Raillys Law yang dikenal dengan istilah Law of Retail Gravitation. Seiring kemajuan teknologi, maka digunakan pula alat hitung elektronik (komputer) dalam teknik pewilayahan. Keuntungan penggunaan alat ini adalah kecepatan kinerja dan konsistensi yang tinggi. Delimitasi dapat dilakukan dengan jalan mendeliniasi batas-batas antara penyebaran jenis-jenis data yang berlainan.
D. TATA RUANG
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
Perencanaan tata ruang wilayah adalah perencanaan pembagunaan/pemanfaatan ruang wilayah, yang intinya adalah perencanaan pembangunan lahan (land use planning) dan perencanaan pergerakan pada ruang tersebut. Perencanaan tataruang wilayah pada dasarnya adalah menetapkan ada bagian-bagian wilayah (zona) yang tidak diatur penggunaannya (jelas peruntukannya) dan ada bagian-bagian wilayah yang kurang tidak diatur penggunannya. Bagi bagian wilayah yang tidak diatur penggunaannya maka pemanfaatannya diserahkan kepada mekanisme pasar.
Perencanaan pemanfaatan ruang wilayah adalah agar pemanfaatan itu dapat memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada masyarakat baik jangka pendek maupun jangka panjang termasuk menunjang daya pertahanan dan terciptanya keamanan.
Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan:
1. ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
2. keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
3. keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
4. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
5. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;
6. pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;
7. keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah;
8. keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan
9. pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.
2. PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN WILAYAH
A. Pembangunan wilayah
Pembangunan adalah upaya secara sadar dari manusia untuk memanfaatkan wilayah dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan adanya pembangunan, kehidupan dan kesejahteraan manusia dapat meningkat.
Pelaku dan pencipta kegiatan wilayah adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan kegiatan tersebut.
Tujuan menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah,sehingga pemanfaatan ruang dan sumberdaya dapat diopimalkan guna mendukung peningkatan kehidupan masyarakat sesuai tujuan yang diharapkan.
Tujuan pembangunan dapat tercapai dengan memerhatikan berbagai permasalahan, diantaranya:
1. Pengendalian pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya manusia.
2. Pemeliharaan daya dukung lingkungan.
3. Pengendalian ekosisitem dan jenis spesies sebagai sumber daya bagi pembangunan.
4. Pengembangan industri.
5. Mengantisipasi krisis energi sebagai penopang utama industrialisasi.
Faktor yang mempengaruhi pembanguanan wilayah
1. Pertumbuhan ekonomi
2. Laju pertumbuhan penduduk
3. Perkembangan Permukiman
4. Tingkat pendidikan
5. Penggunaan Tekhnologi
6. Budaya
7. Agama
Perencanaan pembangunan wilayah adalah suatu pemanfaatan ruang wilayah dengan cara mengoptimalkan aktifitas serta fungsi wilayah tersebut untuk melakukan suatu pengembangan potensi wilayah tersebut.Perencanaa pembangunan wilayah tersebut dilihat dari aktifitas sumber daya manusia (SDM) dan ketersediaan Sumber Daya Alam (SDA)
Persebaran pembangunan wilayah
1. Pembangunan pedesaan
Ada 3 konsep pembangunan pedesaan yang menggunakan pendekatan spasial yaitu
1) Desa Pusat Pertumbuhan (DPP)
2) Kawasan Terpilih Pusat Pembangunan Desa (KTP2D)
3) Argopolitan Distrik.
Pembangunan pedesaan harus memiliki 3 unsur penting yaitu:
1) Pusat
2) Wilayah pendududk
3) Transoprtasi
Hal hal penting dalam pembangunan desa
1) Pemantapan pangan
2) Membuka kegiatan ekonomi lookal
3) Membuka dan memperluas lapangan pekerjaan
4) Penguatan lembaga desa
5) Penguatan partisipasi rakyat
6) Meningkatkan kelestarian hidup pedesaan
2. Pembanguann perkotaan
Konsep pembangunan kota
1) Konsep Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT)
2) Program Perbaikan Kampung
Pembangunan pedesaan harus memiliki 3 unsur penting yaitu:
1) Pusat
2) Wilayah pendududk
3) Transoprtasi
Hal yang penting dalam pembangunan kota
1) Prasarana perkotaan
2) Sarana perkotaan
3) Fasilitas umum
Kota merupakan pusat pertumbuhan ,kota mengalami perkembangan dari waktu ke waktu .pola pola pembangunan kota di dasarkan pada hal berikut ini
1) Aspek Topografi (Kota pegunungan ,kota dataran tinggi ,dataran rendah dan pesisir)
2) Aspek kegiatan yang menonjol ( kota Pariwisata ,Kota Industri ,dan kota perdagangan )
3) Aspek tingkat perkembangan kota
Indikator keberhasiln pembangunan kota
1) Tingkat perekonomian yang merata
2) Kelestarian lingkungan hidup
3) Keseimbangan pembangunan
4) Optimalisasi pemanfaatan ruang
B. PERTUMBUHAN WILAYAH
Pertumbuhan wilayah merupakan suatu proses dinamika perkembangan internal dan eksternal wilayah tersebut, pertumbuhan wilayah pada awalnya dipicu oleh adanya pasar yang dapat menyerap hasil produksi wilayah yang bersangkutan. Perkembangan wilayah ini dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksterna
1. Pengertian Pusat Pertumbuhan
Pusat pertumbuhan (growth center) adalah suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhan pembangunannya sangat pesat jika dibandingkan dengan wilayah lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah lain di sekitarnya.
Fungsi pusat Pertumbuhan
· Memudahkan koordinasi dan pembinaan.
· Melihat perkembangan wilayah maju atau mundur.
· Meratakan pembangunan di seluruh wilayah.
Fase pusat pertumbuhan:
a) Fase Praindustri
· Wilayah belum berkembang,hanya merupakan kota-kota kecil yang tersebar hambir merata
· Tidak ada dominasi antarkota
· Kondisi ekonomi stagnant , hanya melayani wilayah sendiri
b) Fase Industri Awal
· Salah satu wilayah kecil berkembang lebih cepat daripada wilayah lain karena mempunyai suatu kelebihan yang disebut Primate City
· Primate City mejadi Core Region
· Terjadi perpindahan SDA dari wilayah pinggiran ke Primate City
c) Fase Transisi
· Industri di Primate City sudah berkembang
· Dominasi primate city terhadap wilayah sekitarnya tidak sekuat fase sebelumnya karena wilayah sekitar sudah berkembang growth center yang lain
· SDM,SDA dan modal tidak terpusat lagi ke primater city
d) Fase Integrasi Sosial
· Setiap kota sudah berkembang sesuai heirarkinya sehingga sudah terbentuk pusat-pusat pertumbuhan lain
· Setiap wilayah telah terintegrasi secara penuh sehingga tidak ada lagi wilayah terbelakang
2. Kutub Pertumbuhan
Kutub pertumbuhan merupakan daerah yang mempunyai pusat pertumbuhan dan menjadi daya tarik bagi tenaga buruh dari pinggiran. Daerah tersebut juga mempunyai daya tarik terhadap tenaga terampil, modal, dan barang-barang dagangan yang menunjang pertumbuhan suatu lokasi. Demikian terus-menerus akan terjadi pertumbuhan yang makin lama makin pesat atau akan terjadi polarisasi pertumbuhan ekonomi
3. Teori –teori pusat pertumbuhan
a) Potensi Wilayah
Pusat pertumbuhan suatu wilayah dapat diidentifikasi berdasarkan potensi wilayah. Potensi suatu wilayah dapat dilihat dari berbagai sektor kehidupan, baik sektor fisik maupun sosial buday yang terdapat di wilayah tersebut.
Dalam mengidentifikasi poensi suatu wilayah agar menjadi pusat pertumbuhan dapat dilakukan dengan cara menginventarisir potensi utama yang ada di daerah tersebut. Misalnya, Pulau Bali merupakan suatu wilayah yang memiliki potensi utama wisata alam dan sosial budaya. Pulau Bali dapat berkembang menjadi pusat pertumbuhan dengan cara memacu perkembangan sektor lainnya, terutama industri hiasan (cinderamata), perdagangan, transportasi, perhotelan, dan usaha jasa lainnya. Pada akhinya diharapkan dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan wilayah-wilayah di daerah sekitarnya terutama pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang pada awalnya relatif kurang berkembang.
b) Teori tempat sentral
Dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli geografi dari Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman dalam ruang. Dalam suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan kota yang berbeda ukuran luasnya. Cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan dengan menempakan aktivitas yang dimaksud pada hierarki pemukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul-simpul jaringan heksagonal lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memugkinkan partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang dihasilkanya.
Konsep dasar dari teori tempat sentral sebagai berikut :
1. Population thresold, yaitu jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk melancarkan dan kesinambugan dari unit pelayanan.
2. Range (jangkauan), yaitu jarak maksimum yang perlu ditempuh penduduk untuk mendapatkan barang atau jasa yang dibutuhkannya dari tempat pusat. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. Range selalu lebih besar dibanding daerah tempat population threshold.
b. Inner limit (batas dalam) adalah batas wilayah yang didiami population threshold.
c. Outer limit (batas luar) adalah batas wilayah yang mendapatkan pelayanan terbaik, sehingga di luar batas itu penduduk akan mencari atau pergi ke pusat lain.
Tempat sentral memiliki batas-batas pengaruh. Batas-batas itu melingkar dan komplementer dengan tempat sentral tersebut. suatu tempat sentral dapat berupa kota-kota besar, pusat perbelanjaan, rumah sakit, ibu kota provinsi, dan kota kabupaten. Masing-masing tempat sentral tersebut menarik penduduk yang tinggal di sekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda-beda.
Teori Walter Christaller dapat diterapkan secara baik di suatu wilayah dengan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Topografi dari wilayah tersebut relatif seragam, sehingga tidak ada bagian yang mendapat pengaruh lereng atau pengaruh lainnya dalam hubungan dengan jalur angkutan.
2. Kehidupan atau tingkat ekonomi penduduk relatif homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer yang menghasilkan padi-padian, kayu atau batu bara.
Tiga Asas Sentral Menurut Walter Chistaller
a. Tempat Sentral Menurut Asas Pasar (K3)
Merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang responsif terhadap ketersediaan barang dan jasa atau sering disebut dengan kasus pasar optimal. Para konsumen di tempat-tempat yang lebih kecil terbagi menjadi tiga kelompok yang sama besarnya, jika berbelanja ke tiga tempat lebih besar yang letaknya terdekat.
b. Tempat Sentral Menurut Asas Transportasi (K4)
Tempat sentral memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien kepada daerah sekitarnya. Para konsumen di tempat-tempat yang lebih kecil terbagi menjadi dua kelompok yang sama, jika berbelanja ke dua tempat lebih besar yang terdekat
c. Tempat Sentral Menurut Administrasi (K7)
Tempat sentral ini mempengaruhi seluruh bagian wilayah sekitarnya dan wilayah itu sendiri. Pembangunan tempat sentral ini tidak berorientasi pada sektor ekonomi, tetapi pada sektor sosial dan politik. Contohnya kota pusat pemerintah. Para konsumen di tempat-tempat yang lebih kecil berbelanja ke tempat-tempat yang lebih besar yang letaknya terdekat.
Keterangan:
heksagonal merah : K3
heksagonal biru : K4
heksagonal hitam : k7
c) Growth Pole Theory (Kutub Pertumbuhan)
Tokoh: ahli ekonomi Perancis Francois Perroux pada tahun 1955, Inti dari teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di tiap daerah tidak terjadi di sembarang tempat melainkan di lokasi tertentu yang disebut kutub pertumbuhan. Untuk mencapai tingkat pendapatan tinggi harus dibangun beberapa tempat pusat kegiatan ekonomi yang disebut dengan growth pole (kutub pertumbuhan).
Dalam teori ini dinyatakan bahwa pembangunan kota atau wilayah di mana pun bukan merupakan suatu proses yang terjadi secara serentak, tetapi mucul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda-beda. Tempat-tempat atau kawasan yang menjadi pusat pembangunan tersebut dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub pertumbuhan. Dari kutub-kutub tersebut selanjutnya proses pembangunan akan menyebar ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya atau ke pusat-pusat yang lebih rendah.
Pandangan Perroux mengenai proses pertumbuhan adalah teori tata ruang ekonomi, dimana industri pendorong memiliki peranan awal dalam membangun sebuah pusat pertumbuhan. Industri pendorong ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut
1. Tingkat konsentrasi tinggi
2. Tingkat Teknologi Maju
3. Mendorong perkembangan industri di sekitarnya
4. Manajemen yang professional dan modern
5. sarana dan prasarana yang sudah lengkap
Menurut Perroux, kutub pertumbuhan adalah pusat-pusat dalam arti keruangan yang abstrak, sebagai tempat memancarnya kekuatan-kekuatan sentrifugal dan tertariknya kekuatan-kekuatan sentripetal. Pembangunan tidak terjadi secara serentak, melainkan muncul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda. Kutub pertumbuhan bukanlah kota atau wilayah, melainkan suatu kegiatan ekonomi yang dinamis. Hubungan kekuatan ekonomi yang dinamis tercipta di dalam dan di antara sektor-sektor ekonomi.
Contoh: industri baja di suatu daerah akan menimbulkan kekuatan sentripetal, yaitu menarik kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan dengan pembuatan baja, baik pada penyediaan bahan mentah maupun pasar. Industri tersebut juga menimbulkan kekuatan sentrifugal, yaitu rangsangan timbulnya kegiatan baru yang tidak berhubungan langsung dengan industry baja.
Konsep Growth pole dapat didefinisikan secara geografis dan fungsional
a) Secara geografis growth pole dapat digambarkan sebagai suatu lokasi yang memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menimbulkan daya tarik (back wash/polarization) bagi berbagai kalangan untuk mendirikan berbagai macam usaha di daerah tersebut dan masyarakat senang memanfaatkan fasilitas tersebut.
b) Secara fungsional growth pole dapat diartikan sebagai suatu lokasi konsentrasi kelompok ekonomi (industri, bisnis dll) yang mengakibatkan pengaruh ekonomi ke dalam maupun keluar (Spreading/ Trickling down)wilayah tersebut.
Jakarta sebagai kutub pertumbuhan bagi perkembangan daerah sekitanya (Jabodetabek), Surabaya dengan Gerbangkertosusilo dll.
d) Konsep Agropolitan
Agropolitan adalah kota yang berada di kawasan lahan pertanian yang tumbuh dan berkembang karena adanya sistem dan usaha agribisnis. Berdasarkan asal katanya, Agropolitan terdiri dari kata agro yang artinya pertanian dan politan (polis) yang berarti kota.
Konsep Agropolitan yang diperkenalkan oleh Friedman (1975). Menurut konsep ini, perlunya mengusahakan pedesaan untuk lebih terbuka dalam pembangunan sehingga diharapkan terjadi beberapa “kota” di pedesaan atau di daerah pertanian (agropolis). Melalui pengembangan ini diharapkan penduduk di pedesaan dapat meningkatkan pendapatannya serta memperoleh berbagai fasilitas atau prasarana sosial ekonomi yang dapat dijangkau oleh penduduk pedesaan tersebut. Dengan demikian, mereka mempunyai kesempatan yang sama dalam meningkatkan kesejahteraannya sebagaimana yang dialami oleh penduduk perkotaan. Hal tersebut akan sangat berdampak baik terutama dalam mencegah terjadinya migrasi atau urbanisasi yang besar-besaran ke kota yang sering membawa dampak negatif bagi pembangunan di kota
e) Teori Sektor
Tokoh August Losh, bertolak dari kesamaan topografi sebuah tempat yang berada di dataran sama seperti yang dikembangkan oleh Charistaller dan dapat mepelajari faktor-faktor menyebabkan terbentuknya daerah-daeah ekonomi tersebut. Dalam hal ini, yang paling utama adalah munculnya grafik permintaan. Grafik ni menunjukkan adanya jumlah permintaan yang tinggi, sedangkan di wilayah pinggir permintaannya sedikit. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga akibat naiknya biaya penganggutan.
Tiga daerah terkecil dalam struktur heksagon adala sebagai berikut :
1) Tempat Sentral Menurut Asas Pasar (K3)
2) Tempat Sentral Menurut Asas Transportasi (K4)
3) Tempat Sentral Menurut Administrasi (K7)
4. Daya dukung pertumbuhan wilayah
a) Teori Gravitasi (Teori Interaksi)
Tokoh W.J. Reilly (1929), seorang ahli geografi mengukur kekuatan interaksi keruangan antara dua wilayah atau lebih. dengan memerhatikan faktor jumlah penduduk dan jarak antara kedua wilayah tersebut. Untuk mengukur kekuatan interaksi antar wilayah digunakan formulasi sebagai berikut.
Perbandingan potensi interaksi antarwilayah dengan memanfaatkan formula yang dikemukakan Reilly ini dapat diterapkan jika kondisi wilayah-wilayah yang dibandingkan memenuhi persyaratan tertentu.
Adapun persyaratan tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Kondisi sosial-ekonomi, tingkat pendidikan, mata pencarian, mobilitas, dan kondisi sosial-budaya penduduk setiap wilayah yang dibandingkan relatif memiliki kesamaan.
2. Kondisi alam setiap wilayah relatif sama, terutama berkaitan dengan kondisi topografinya.
3. Keadaan sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan wilayah-wilayah yang dibandingkan relatif sama.
Apabila ada wilayah yang berdekatan, maka besar Tarik menarik kedua wilayah tersebut disebut teori gravitasi. Berdasarkan teori gravitasi, besar interaksi keruangan antara dua wilayah, sebanding dengan jumlah penduduk dua wilayah tersebut, dan berbanding terbalik dengan jarak anatar dua wilayah tersebut.
Hal itu berarti bahwa semakin banyak jumlah penduduk dua kota yang berdekatan, maka besar interaksinya semakin besar. Semakin sedikit jumlah penduduk dua wilayah tersebut, maka semakin kecil pula kekuatan interaksi dua wilayah itu. Sebaliknya, kekuatan interaksi berbanding terbalik dengan jarak. Apabila JARAK dua kota semakin BESAR, maka kekuatan interaksinya semakin KECIL. Dan apabila jarak antara dua kota semakin kecil, maka kekuatan interaksinya semakin besar.
Contoh soal:
Misalnya ada 3 buah wilayah A, B, dan C, dengan data sebagai berikut.
(1) Jumlah penduduk wilayah A = 20.000 jiwa, B = 20.000 jiwa, dan C = 30.000 jiwa.
(2) Jarak antara A ke B = 50 km, dan B ke C = 100 km.
Ditanyakan : Manakah dari ketiga wilayah tersebut yang lebih kuat interaksinya ?
Jawab :
Perbandingan kekuatan interaksi wilayah A dan B dengan wilayah B dan C adalah 160.000 : 60.000 atau 8 : 3. Berdasarkan perbandingan tersebut, potensi penduduk untuk mengadakan interaksi terjadi lebih kuat antara wilayah A dan B jika dibandingkan antara wilayah B dan C.
a) Teori Titik Henti (Breaking Point Theory)
Teori titik henti adalah teori yang dapat dimanfaatkan dalam kajian keruangan geografi. Teori titik henti dapat menjadi dasar pembatasan wilayah-wilayah fungsional. Penggunaan teori titik henti dapat menggeser metode krigging (Poligon Thiessen) untuk kasus atau tema tertentu. Pembatasan wilayah fungsional menggunakan teori titik henti akan menghasilkan wilayah-wilayah fungsional yang luasnya disesuaikan dengan ukuran masing-masing nodal yang membentuknya. Nodal berukuran besar memiliki wilayah yang lebih luas dan sebaliknya.
Penerapan teori titik henti dalam geografi mempermudah pembatasan wilayah fungsional yang terlalu sulit dilakukan dengan metode survei lapangan. Sehingga, penerapan teori titik henti dapat menjadi alternatif pembatasan wilayah sosial. Penggunaan teori titik henti dalam pembuatan wilayah geografi dapat dilakukan terhadap banyak hal, seperti: analisis terhadap wilayah pemasaran, analisis konflik, analisis pengaruh pusat industri, dan sebagainya.
Teori Titik Henti (Breaking Point Theory) merupakan hasil modifikasi dari Model Gravitasi Reilly. Teori ini memberikan gambaran tentang perkiraan posisi garis batas yang memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua kota atau wilayah yang berbeda jumlah dan komposisi penduduknya. Teori Titik Henti juga dapat digunakan dalam memperkirakan penempatan lokasi industri atau pusat pelayanan masyarakat. Penempatan dilakukan di antara dua wilayah yang berbeda jumlah penduduknya agar terjangkau oleh penduduk setiap wilayah. Teori ini digunakan untuk:
1) Menentukan lokasi suatu unit usaha ekonomi (pasar, SPBU, shopping center)
2) Menentukan lokasi sarana kesehatan (rumah sakit, klinik)
3) Menentukan lokasi sarana pendidikan (sekolah, kampus, pusdiklat)
Teori ini dapat digunakan jika memenuhi beberapa syarat yaitu:
1) Keadaan ekonomi penduduk relatif sama
2) Topografi wilayah datar
3) Sarana prasarana transportasi memadai
4) Daya beli masyarakat sama
Inti dari teori ini adalah bahwa jarak titik henti (titik pisah) dari lokasi pusat perdagangan (atau pelayanan sosial lainnya) yang lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus dengan jarak antara kedua pusat perdagangan. Namun, berbanding terbalik dengan satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk dari kota atau wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi jumlah penduduk kota yang lebih sedikit penduduknya.
Rumus teori titik henti :
Contoh soal: Kota A memiliki jumlah penduduk 20.000 jiwa, sedangkan kota B 30.000 jiwa. Jarak antara kedua kota tersebut adalah 100 kilometer. Di manakah lokasi pusat perdagangan yang tepat dan strategis agar terjangkau oleh penduduk setiap kota tersebut?
Jawab :
a) Teori Potensi Penduduk
Potensi penduduk adalah ukuran untuk melihat kekuatan potensi aliran pada tiap-tiap lokasi. Potensi penduduk juga dapat mengukur kemungkinan penduduk di suatu wilayah untuk melakukan interaksi dengan wilayah-wilayah lainnya.
Rumus :
Nilai potensi penduduk suatu wilayah dinyatakan dengan isoplet, yaitu garis-garis khayal pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang memiliki potensi penduduk yang sama. Isoplet sangat membantu dalam menentukan suatu tempat yang dianggap strategis dari pembangunan, misalnya tempat layanan masyarakat. Untuk mencari nilai potensi penduduk digunakan rumus berikut. Misalnya ada tiga wilayah yang ingin diketahui potensi penduduknya, yaitu Desa A, Desa C, dan Kota B. Maka, digunakan rumus :
Keterangan :
PP = nilai (indeks) potensi penduduk masing-masing wilayah
PA, PB, PC = jumlah penduduk masing-masing wilayah (A, B, C)
dAX = jarak dari kota A ke kota lain yang paling dekat, yang sama-sama sedang dihitung potensi penduduknya.
dAB = jarak dari wilayah A ke wilayah B
k = konstanta, bernilai 1.
Jarak sebenarnya dari masing-masing wilayah (A, B, C) digambarkan dalam skema berikut ini.
Diketahui :
Jumlah penduduk Desa A (PA) adalah 1.000 orang. Jumlah penduduk Desa C (PC) adalah 2.000 orang. Jumlah penduduk Kota B (PB) adalah 25.000 orang. Maka, nilai potensi penduduk masing-masing wilayah adalah sebagai berikut.
Setelah nilai potensi penduduk dari setiap wilayah diketahui, langkah berikutnya adalah menyusun persentase potensi penduduk setiap wilayah terhadap potensi penduduk tertinggi. Dalam hal ini wilayah yang berpotensi penduduknya lebih tinggi adalah wilayah Kota B, yaitu sebesar 40,60.
Langkah penghitungan persen potensi penduduk (PP) untuk setiap wilayah.
Dari hasil penghitungan di atas, diperoleh kesimpulan bahwa potensi penduduk kota B lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Ini menunjukkan bahwa mobilitas penduduk kota B lebih tinggi, sedangkan penduduk Desa C adalah yang paling rendah. Dengan demikian, pembangunan layanan masyarakat sebaiknya didirikan di dekat wilayah yang lebih rendah mobilitas penduduknya, yaitu sekitar Desa C dan Desa A.
a) Teori Grafik
Teknik lain untuk mengetahui tinggi-rendahnya interaksi antar wilayah adalah dengan cara melihat banyak sedikitnya jalur transportasi, baik darat, laut, maupun udara, yang menghubungkan antarwilayah. Teori ini menyatakan bahwa semakin banyak jalur yang menghubungkan dua wilayah (atau lebih), semakin tinggi mobilitas atau interaksi antarwilayah-wilayah itu. Dirumuskan oleh K. J. Kansky (dalam Nurmala Dewi, 1997), bahwa untuk mengetahui tingkat interaksi antarwilayah dengan teori ini digunakan formula sebagai berikut.
Keterangan :
β (Beta) = nilai kelancaran interaksi (konektivitas)
e = jumlah jaringan yang menghubungkan wilayah-wilayah tersebut
V = jumlah wilayah yang ingin diketahui tingkat interaksinya
Contoh:
Manakah wilayah di bawah ini yang paling tinggi interaksinya?
5. Pusat Pertumbuhan di Indonesia
Perkembangan pusat-pusat pertumbuhan di Indonesia banyak bertumpu pada sektor industri. Sebelumnya, sektor minyak dan gas menjadi tumpuan bagi pertumbuhan wilayah. Kemudian, pemerintah melalui kebijakannya mengganti sektor minyak dan gas dengan sector industri. Pertumbuhan ekonomi wilayah diharapkan meningkat seiring kemajuan sektor industri. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi berpengaruh pada peningkatan pembangunan wilayah. Peningkatan pembangunan wilayah berpengaruh pada kesejahteraan penduduk yang semakin baik.
Sistem pembangunan Indonesia telah dicanangkan sejak REPELITA II tahun 1974-1978. Pembangunan nasional dilaksanakan melalui sistem regionalisasi atau perwilayahan, dengan kota-kota utama sebagai kutub atau pusat pertumbuhan. Kota-kota sebagai pusat pertumbuhan nasional ini adalah Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Bersamaan dengan pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan nasional, wilayah pembangunan utama di Indonesia dibagi menjadi 4 region utama berikut.
6. Perncanaan dan Penataan Ruang Wilayah Indonesia
Perencanaan tata ruang wilayah adalah perencanaan pembagunaan/pemanfaatan ruang wilayah, yang intinya adalah perencanaan pembangunan lahan (land use planning) dan perencanaan pergerakan pada ruang tersebut. Perencanaan tataruang wilayah pada dasarnya adalah menetapkan ada bagian-bagian wilayah (zona) yang tidak diatur penggunaannya (jelas peruntukannya) dan ada bagian-bagian wilayah yang kurang tidak diatur penggunannya. Bagi bagian wilayah yang tidak diatur penggunaannya maka pemanfaatannya diserahkan kepada mekanisme pasar. Perencanaan pemanfaatan ruang wilayah adalah agar pemanfaatan itu dapat memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya kepada masyarakat baik jangka pendek maupun jangka panjang termasuk menunjang daya pertahanan dan terciptanya keamanan.
Bentuk-Bentuk Perencanaan Wilayah di Indonesia
Dalam pelaksanaannya, perencanaan wilayah disinonimkan dengan hasil akhir yang hendak dicapai, yaitu tata ruang. Dengan demikian kegiatan itu disebut perencanaan atau penyusunaan tata ruang wilayah. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), meliputi:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional berupa rencana struktur tata ruang untuk keseluruhan wilayah nasional; pedoman pengendalian pemanfaatan ruang nasional. Dasar utama adalah Penetapan Kawasan Lindung, Kawasan Budi daya, dan Kawasan Tertentu Nasional.
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP
Struktur dan Pola Penataan Ruang Provinsi dan Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi berisi arahan pengembangan permukiman, pertanian, kehutanan, dan sebagainya serta arahan kebijaksanaan Tata Guna Tanah, Udara, SDA, dan sebagainya.
c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK)
Rencana Umum Tata Ruang Kotamadya dan Kabupaten DT II berupa penatagunaan tanah, penataan air, penataan udara, dan penataan SDA.Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan (RTRW Kawasan)
d. Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan
yaitu rencana tata ruang dari bagian wilayah kota atau bagian wilayah kabupaten sampai kepada rencana detail, rencana teknis, dan rancangan rekayasa.
Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan pemerintah.
Tujuan Perencanaan dan penataan ruang wilayah indonesia:
a. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
b. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
c. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
d. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
B. PERMASALAHAN TATA DALAM PENERAPAN TATA RUANG WILAYAH
Penyusunan rencana tata ruang harus dilandasi dengan perspektif perspektif tentang masa depan yang didambakan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknlogi yang dapat digunakan, serta memperhatikan berbagai macam program.
Pengaturan dan pengaturan ruang merupakan salah satu kewenangan dari pemerintah, mulai tingkat pusat hingga tingkat daerah. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Bab II Pasal 2 yang mengatur tentang penataan ruang yang diatur berdasarkan asas (1) keterpaduan, (2) keserasian, keselarasan, dan kesinambungan, (3) keberlanjutan, (4) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, (5) keterbukaan, (6) kebersamaan dan kemitraan, (7) keadilan umum, (8) kepastian hukum dan keadilan, ( 9) akuntabilitas.
Perencanaan tata ruang dan wilayah yang buruk menjadi salah satu penyebab dalam penerapan tata ruang dan wilayah yang baik, Indonesia masih memiliki beberapa masalah, diantaranya:
1. Tidak adanya ketegasan hukum bagi seorang yang melanggar tata ruang.
2. Perencanaan tata ruang selalu disatukan dengan rencana pengembangan.
3. Perencanaan tata ruang lebih banyak didominasi oleh keputusan politik.
4. Belum semua daerah di Indonesia mempunyai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sesuai dengan RTRW Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar